HIDUP
ADALAH PERJUANGAN MEMBUTUHKAN PENGORBANAN
Mengenal
diri adalah awal refleksi
berintrospeksi. Pada suatu ketika saya bertanya dalam diri :”siapa dan
bagaimana aku?”. Lalu saya berusaha menelusuri latar belakang diri. Aku pun
menemukan beberapa jawaban. Saya ini anak petani miskin. Orang tua tak mampu
menyekolahkanku. Aanak petani subsiten, bertani
dengan cara tradisional sesuai kebiasaan nenek moyang masih primitif
ditamba lagi kepercayaan animisme dan dinamisme istilah setempat Uis pah
harus diberi sejajian bila tidak hasil
panen gagal atau tanaman diserang hama, itu tanda uis pah marah dan memberi
kutukan. Suka menyerah pada nasib memang sudah begini.Tanpa evaluasi diri dan mecari solusi. Mestinya bertanya pada
ahli pertanian bersama pemerintah. Bukan
bertanya pada rumput yang bergoyang. Miskin ilmu malu bertanya sesat dalam hidup. Mungkin ini
salah satu penyebab NTT miskin.
MENGAPA DAN BAGAIMANA ANAK PETANI MISKIN BISA MAGISTER PENDIDIKAN?
Pertanyaan
ini biasa dan cara menjawanya Yang biasa
dibuat. Mengapa tidak ? karena saya sudah keluar dari lubang singa tantangan
hidup seperti mau mati rasanya. Aku rasakan gesekan yang mendalam sampai-samapai aku jalani dengan cara yang
biasa dibuat orang. Dengan tulisan ini saya coba mereviw ko bisa jadi begini.
Mari kita megikuti rintihan hatiku.
Untuk sekolah melanjutkan pendidikan setelah
tamat sekolah dasar dari SDN Sasi Kota
Kefamenanu, saya menjual kayu api, menjadi koki rumah tangga alias pembantu
rumah tangga. Selama setahun setelah tamat SD tahun 1983. Majikan saya seorang
polisi rupanya saya diuji tangguh
menjadi pembantu rumah tangga. Modal dipercaya menjadi anak buah rajin kerja keras timba air, masak, ambil
kayu api,cuci pakaian di sungai jarak satu kilo meter dari rumah.
Pada tahun 1984 saya didaftar melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 1 Kota Kefamenanu dikenal sebagai anak polisi di
sekolah dan membiayai uang sekolah. Untuk belajar saya silih waktu kerja.
Setelah semua kerja beres baru pegang buku kerja PR, baca kembali catatan.
Metode belajar yang cocok saat itu adalah Learning
by doing. Belajar sambil bekerja.
Ada tiga cara belajar. Membaca kembali catatan, kerja Pekerjaan rumah (PR), dan
menyiapkan pelajaran yang akan dibelajarkan besok. Saya mencatat pertanyaan
dari bahan ajar yang tidak dipecahkan supaya bertanya pada guru saat pelajaran
besok.
Waktu
berjalan, hari berganti hari, minggu,bulan dan tahun berganti mengantar
aku pada tahun 1987 tamat SMP. Ada
pertanyaan yang muncul dalam diriku “kemana
aku pergi melanjutkan pendidikan. Lalu aku ingat sebuah judul lagu rohani
berbunyi: “ ooo... kemanakah arah perahu”. Siapa lagi yang bisa membantu aku
membiayai pendidikan selanjutnya?. Pertanyaan
ini selalu mengganggu kerjaku sebagai pembantu rumah tangga (PRT),
tidurku,dan sering aku menghayal. Sering aku ditegur oleh majikan karena kelihatan sering menghayal.
Suatu
saat menjelang awal tahun ajaran baru aku diam dan menemukan jawaban setelah
saya membaca papan apresiasi majalah dinding SMP Negeri almamaterku. Ada
tulisan menjadi guru agama katolik
setelah tamat sekolah pendidikan guru agama Katolik (SPGAK) warta Bakti
Kefamenanu. Hatiku tersentak oleh panggilan menjadi Guru Agama Katolik.
Suatu
saat di tengah hutan sambil pilih kayu kering
ada bisikan dalam hati : “pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Dan
baptislah mereka dalam nama bapa dan putera dan Roh Kudus”. Kalimat ini saya
ingat saat membaca Kitab Suci setiap malam selesai belajar.
Pernah
sangat tertekan oleh situasi hidup susah. Saya biasa mengucapkan salam Maria di
waktu doa Rosario sebagai kebiasaan
orang katolik. Menjadi doa kesayangan di situasi sulit. Aku menulis
surat Kepada Bunda Maria di surga. Begini bunyi isi suratnya: “ Kepada Yang Tercinta
Bunda Maria di Surga. Padanglah aku anakmu yang sengsara ini. Berikanlah aku
petunjukmu. Bagaimana aku menemukan sekolah yang tepat untuk mengantar aku keluar dari soal hidup
ini. Biar engkau di surga doakanlah aku anakmu yang merana ini. Santa
Maria doakanlah aku, Amin”.
Hati
tegar dan kuat aku melangkah dengan pasti. Aku mendaftar sebagai peserta didik
baru di SPGAK Warta Bakti Kefamenanu pada tahun 1987. Pesereta didik baru yang
mendaftar saat itu 360 orang. Peserta didik Baru yang lulus tes masuk hanya 150
orang termasuk Simon Anunu penulis naskah
ini urutan ke 25. Hatiku gembira
karena doa Bunda Maria mengabulkan doaku.
Siapa
yang membiayai pendidikanku selama di
SPGAK? Uang sekolah saat itu 7.500 (tujuh ribu lima ratus rupiah). Saat itu
gaji seorang polisi 150.000. Apakah saya terus sekolah? Hanya tiga bulan polisi
itu janji bayar uang sekolah. Ternyata sudah tiga bulan bendahara sekolah menagih uang sekolah. Majikan saya tidak
mampu bayar. Majikan menganjurkan keluar dari sekolah tunggu tahun depan daftar
ulang di SMA Negeri satu saat itu uang
sekolah hanya 500 (lima ratus rupiah). Antara Rp. 7.500 di SPGAK dengan Rp. 500 di SMA Negeri lebih baik pilih yang murah meriah karena
keputusan penentu kebijakan tanpa mempertimbangkan keputusan aku yang menjadi
korban.
Bagaimana
tanggapanku atas anjuran majikan harus berhenti sekolah alias Droup Out. Saya menolak dengan keras anjuran majikan Droup out (DO)
keluar dari SPGAK. Saya memilih keluar dari majikan polisi ini. Saya
berniat mecari uang membiayai diri
sendiri tetap sekolah di SPGAK. Apakah orang tua bisa membantu ? Tidak. Orang
tua mencari makan saja tidak cukup. Lebih sadis lagi pakaian seragam sekolah
majikan polisi itu tahan tidak memberikan. Juga ijasah SD, SMP mereka tahan sampai harus bawa tebusan berupa
sapi, babi, atau setimpal.
Apakah
tetap sekolah. Jawabannya saya sekolah terus. Untuk pakaian seragam SMA saya
pinjam pakaian bekas milik teman sekampung yang sudah lulus SMA. Sepatu juga
pinjam karena tidak ada uang untuk beli baru. O ya baju seragam saya pinjam
pakai milik adik nona yang sudah tamat SD. Kini Jarak tepuh sekolah semakin
jauh. Tadi jarak ke sekolah tiga kilo meter. Sekarang menjadi tujuh kilo
meter karena kembali ke rumah orang tua.
Uang
sekolah saya bayar sendiri dengan jasa jual air sepulang sekolah. Suatu ketika
coba cari kerja sambil sekolah. Ada seorang jaksa yang membutuhkan jasa timba
air. Saya menawarkan diri setiap minggu tiga kali saya mengisi bak air
rumah jaksa kala itu belum ada air leding. Saya menjadi “leding
hidup”. Mengambil air dari sumur berjarak 20 meter dari sumur ke rumah jaksa.
Gaji jasa mengisi air di bak mandi dan bak WC, saya dibayar 12.000 (dua belas
ribu rupiah) perbulan. Dengan gaji 12.000 menjadi modal bayar uang sekolah dan
masih ada sisa untuk saya tabung.
Bagaimana
menambah tambahan penghasilan uang? Saya
pernah membersihkan rumput di kebun milik kepala Kantor Agama Kabupaten Timor Tengah Utara. Istilah setempat tofa kebun. Luas kebun itu empat (4)
are. Setelah selesai bersihkan kebun itu saya diberi dua belas ribu rupiah.
Setiap are dihargai dengan tiga
ribu rupiah (3.000). Tekat saya kerja
halal apa saja yang penting menghasilkan uang untuk menyelesaikan studi. Puji
Tuhan saya diberi kekuatan untuk membiayai diri sendiri. Belajar mandiri
sekolah mandiri dan biaya sendiri karena saya akui orang tua miskin.
Bagaimana
dapat makan? Saya dapat jagung, ubi kayu atau singkong dari orang tua. Mulai
saat itu saya harus konsentrasi belajar maka saya memilih tinggal di asrama
yang dekat sekolah. Uang asrama saya bayar dari sisa uang jasa timba air di
jaksa itu. Makanan tiap hari jagung ketemak dicampur dengan gaplek
dan sayur daun asam muda (istilah setempat KIU SO”O) yang mudah
gratis dapat di hutan. Jagung ketemak itu keras membutuhkan waktu masak yang
cukup lama. Sekali masak untuk tiga kali makan. Misalnya pulang sekolah masak
jagung untuk makan malam, makan pagi ke sekolah dan makan siang. Kebiasaan ini
berlangsung hanya satu tahun selama SPGAK Warta Bakti Kefamenanu.
Suatu
ketika saya masih di bangku kelas tiga
SPGAK. Ada seorang ibu Guru SMA Negeri satu kefamenanu mencari seorang pembantu rumah tangga khusus timba
air. Beliau mencari saya di sekolah.
Saat berpapasan menawarkan saya untuk tinggal bersama dalam keluarganya hanya
untuk timba air. Apabila saya bersedia maka uang sekolah, biaya hidup, keluarga
ini yang tanggung. Saya merasa luar biasa. Secepatnya saya ambil sikap beralih
dari asrama pindah tempat tinggal. Tanpa
memberi tahu orang tua dan memamng orang tua pun tidak ambil tahu.
Di rumah ibu guru, Ibu Sry ini bersama suaminya pa Jhon Lay seorang
pegawai Negeri Sipil kantor perdagangan Kota Kefa. Saya merasa bahagia. Diperlakukan
seperti anak yang layak dibantu. Rupanya
Tuhan mempergunakan keluarga ini untuk memperhatikan aku. Memang keluarga ini
belum dikaruniai seorang anak. Biasanya
saya hanya makan jagung ketemak. Di
keluarga ini hanya makan nasi. Saat –
saat pertama perut saya harus membutuhkan penyesuaian. Rasanya mau makan
jagung terus tapi jagung tidak tersedia.
Siapa
saja yang membantu saya selama melanjutkan
pendidikan mulai dari SMP sampai selesai
tamat Sekolah Pendidikan Guru Agama Katolik
di Kefamenanu? Kesempatan ini saya akan menuturkan satu persatu melalui tulisan ini. Pada tahun 1983 tamat Sekolah
Dasar. Saya berjumpa dengan seorang Polisi bernama Rofinus Gole asal Flores Lembata. Ia seorang anggota Polisi
Resor (POLRES ) Kabupaten Timor Tengah Utara. Kini beralamat di samping
Terminal Bus Kota Kefamenanu. Saat bertemu di depan rumahnya dia bersiap-siap
ke piket malam. Ketika saya memberi salam selamat malam dia kaget. Lalu dia
bertanya dari mana dan mau kemana. Dengan
nada tegas seorang polisi. Saat itu masih kanak-kanak sambil takut saya
jawab pertanyaan polisi dengan tegas. Saya dari kampung Kuan Tes dan hendak ke
Transmigrasi lokal di Sasi. Lalu dia melanjutkan pertanyaan di manakah sekolahmu? Jawabku dengan tegas.
Saya baru tamat dari SDN Sasi. Tapi karena orang tua miskin tidak bisa melanjutkan pendidikan. Jadi setiap
hari saya jual es lilin keliling kota Kefamenanu. Tersentak polisi itu menarik napas panjang. Jadi engkau mau
sekolah ? jawabku dengan suara lantang
penuh harapan. Kalau kau mau sekolah tinggal dengan bersama kami sekeluarga di sini. Lalu kami
membiayaimu sekolah. Tersentak saat itu seperti seubutir embun menyejukan
hatiku. Lalu polisi ajak saya masuk kerumahnya. Begitu bertemu dengan istrinya
bernama Lenny Mamo Gole. Bersama tiga putrinya yang masih kecil. Anak pertama
bernama Hedy Gole baru kelas dua SD dan dua yang lain bekum sekolah. Ibu dan
tiga anak ini menyambut saya dengan gembira. Rupanya mereka menanti seorang
anak pembantu rumah tangga. Karena biasanya orang tua bepergian ketiga anaknya
sendiri di rumah. Letak rumah ini cukup jauh dari rumah tetangga. Mulai saat
itu saya tinggal dengan keluarga mereka sampai tahun depan baru sekolah.
Rupanya mereka menguji ketabahan saya.
Siapakah
orang kedua yang menjadi orang tua asuh
bagiku? Pasca putus hubungan kerja
pembantu rumah tangga dan melanjutkan studi. Majikan bapak kandung saya yang
memelihara sapi majikannya bernama Orias kaseh.
Bersedia menampung saya tinggal di rumahnya sebagai pembantu rumah tangga. Bapak Orias
Kaseh dan ibu Dora Lake bersedia menjahit pakaian seragam sekolah. Ada dua
macam seragam sekolah putih abu-abu dan putih hijau. Harga setiap pasang dua belas
ribu lima ratus rupiah. Uang ini dipotong dari uang jasa bapak saya pelihara sapi majikannya ini. Saya tinggal
bersama keluarga ini selama setahun.
Mengapa
harus jahit pakaian seragam sekolah lagi? Karena semua pakaian seragam telah
ditahan oleh majikan pertama karena itu milik mereka.Karena sudah keluar dari rumah majikan itu maka pakaian dan ijasah
SD dan SMP mereka tidak berikan.Dan setelah jadi guru di SMP San Daniel Oepoli
sekaligus pendiri sekolah ini.Gaji honor Rp.15.000, selama lima tahun saya beli seekor sapi sebagai
tebusan. Saya bawa sapi itu antar ke majikan pertama baru memberikan ijasah SD
dan SMP itu.
Siapakah
kelurga berikut menjadi orang tua asuhku? Dia adalah orang tua asuh ketiga. Bapak
Gabriel Akoit. Keluarga ini hanya bersedia menampung saya untuk tinggal saja
tanpa membiayai sekolah. Uang sekolah saya cari sendiri. Rumah Bapak Gabriel
Akoit berhadapan langsung dengan
perumahan Jaksa kota Kefamenanu. Setiap hari saya pulang sekolah berjumpa dengan seorang nona di sumur
tua ini. Dia bercerita bahwa ada jaksa tetangga majikannya mencari orang untuk
menimba air. Dalam hati saya bertanya bisakah aku dapat diterima di situ untuk
menimba air. Pada suatu sore saya melihat jaksa itu duduk diserambi depan rumah
dinas Kejaksaan. Saya berusaha mendekati, coba menanyakan kalau - kalau bisa diterima menimba air. Sebelum saya bertemu terlebih dahulu saya
berdoa Salam Maria Doa Rosario. Dengan langkah berani aku bertemu bapak Jaksa. Salam pertama saya
sampaikan kepadanya Asalamualaikum..... dia menjawab saya alaikum salam. Saya pun duduk bersama di
serambi rumah itu. Langsung saja saya sampaikan maksud kedatanganku. Kata
pertama, bapak saya mau cari kerja. Dia
langsung bertanya kepadaku. Apakah yang bisa engkau kerjakan? Saya menguraikan
semua kemampuan yang saya miliki. Saya bisa timba air, bisa ambil kayu api, bisa
tofa rumput, cuci pakaian, dan strika
pakaian. Jawab jaksa yang bernama pa Ismail. Kami ini seorang Jaksa setiap hari
hanya memutuskan perkara. Kebun kami tidak punya. Tapi kalau adik simon mau
boleh timba air karena anak yang biasa
timba air kasi keluarga kami sudah kembali ke kampung. Dengan lega saya
bersyukur karena bisa dierima kerja timba air. Maka saya mulai berbicara tentang gaji dan kapan masuk kerja. Jawab
Jaksa itu mulai besok sore mulai timba
dan pikul air menggunakan jerigen 20 liter sebanyak dua buah. Satu di depan dan
satu di belakang. Gajinya sebagai jasa
pikul air itu saya tawarkan lima belas ribu rupiah (15.000) perbulan. Tapi
jaksa Ismail melepaskan koran di tangannya dan mengangkat kepala bertanya
kepadaku. Untuk apa uang itu? Saya menjawab
diperuntukan biaya sekolah. Lanjut bertanya pa Ismail dimana engkau
sekolah. Saya menjawab sudah di kelas dua SPGAK Kefa. Wah luar biasa tapi
kurangi sedikit upahmu. Maka saya
langsung berkata dua belas ribu perbulan. Pa Ismail langsung menyetujui. Lanjut
pa Ismail dalam satu minggu cukup tiga kali timba air. Sehabis kerja boleh makan
dalam. Artinya selesai bak mandi dan bak
WC diisi dengan air penuh langsung makan sebelum pulang. Kesan saya
makan di rumah jaksa selalu enak dalam hati
saya kalau makan enak begini biar timba air tiap hari. Inilah orang tua
asuh yang ketiga dan ke empat.
Siapakah
orang tua asuh yang ke lima? Pada suatu
saat kami sementara kerja di sekolah lalu saya kedatangan seorang ibu Guru.
Menurut saya ini tamu terhormat. Rupanya ibu ini sudah merekam jejak saya
sebagai seorang penimba air. Ibu ini bernama ibu Sry rupanya dia ini orang jawa
mengajar di SMA Negeri Kefamenanu. Dia mencari orang untuk membantu menimba air
dari sumur yang dalamnya 35 meter. Tawaran yang diberikan kepada saya apabila
saya bersedia maka biaya sekolah dan makan minum serta akomodasi tempat tinggal
saya bersama ibu Sry dan suaminya Pa
Jhon Lay menerima sebagai anak asuh.
Saya menerima tawaran ini dengan iklas hati.
AWAL
MERINTIS KARIERKU
Memang
betul pendidikan di SPGAK Warta
Bakti mengantar aku masuk dunia kerja
dengan mulus. Ketika tamat sekolah dari lembaga pendidikan ini saya siap
menjadi seorang Guru Agama Katolik, dalam Gereja Katolik biasa dikenal sebagai
seorang Katekis.Kata katekis berasal dari kata Yunani Katechein yang berarti pewarta Sabda Pelayan umat katolik. Petugas
pastoral. Pada tahun 1990 saya mulai
masuk Kabupaten Kupang. Pesis di wilayah Oepoli, kini
Kecamatan Amfoang Timur. Bersama Seorang Pastor bernama Romo Daniel
.J.Afoan Pr sebagai seorang pastor
paroki di paroki Santu Stefanus Naikliu Keuskupan Agung Kupang, di Keacamatan
Amfoang Utara kala itu.
Pada
tanggal 1 Juli 1990 merintis SMP Katolik
San Daniel Oepoli.Di bawah payung hukum
Yayasan Daniel Broutieur. Berkolaborasi dengan pemerintah setempat.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Kupang mengeluarkan ijin operasional. Saya adalah salah satu
guru dari delapan guru pemula. Gaji yang kami peroleh selama 10 tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 adalah guru yayasan dengan
besaran gaji empat puluh ribu rupiah. Kami guru enjoi dengan gaji yang
ada. Penulis sebagai Guru Agama Katolik dan perintis lembaga pendidikan ini.
Selama
dua belas tahun saya habiskan waktu tinggal di Oepoli. Disamping sebagai guru
juga bertugas sebagai bapak pengasuh
Asrama putra-putri. Sering saya mewakili Yayasan mengikuti pertemuan di tingkat Kabupaten dan tingkat Keuskupan majelis
Pendidikan Katolik sampai tingkat nasional. Inilah yang membuat membentuk
pribadi pengelola pendidikan Katolik. Begitu juga pengelaman mengelola pendidikan formal dan non formal
bekerja sama dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
Pengalaman
adalah guru terbaik. Dengan pengalaman kerja dalam dunia pendidikan kini saya
mengelola Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Sejak tahun 1990 membantu siswa putus sekolah dengan program paket A setara sekolah Dasar.
Paket B Setara SMP dan paket C setara SMA. Banyak orang cukup dibantu dengan
program ini. Apalagi dengan adanya Undang – undang Desa mengisyaratkan aparat
Desa harus berijasah SLTA atau sederajad
seperti paket C. Bahkan tamatan PKBM
bekerja sebagai sekertaris desa yang berijasah paket C diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil.
Bagaimana
bisa mendapat kembali ijsah SD dan SMP yang pernah ditahan oleh majikan pertama?
Perjalanan hidupku berliku-liku pahit
manis bercampur menjadi satu. Inilah jalan melalui penderitaan dalam bahasa
latin Via Dolo Rosa. Setiap orang dianugerahi jalan hidup yang khas sesuai
rencana Tuhan. Aku memahami dan menjalani saja.
Saat
aku menjadi guru di SMP Katolik San
Daniel Oepoli. Saya pernah membantu seorang anak mau sekolah tetapi tidak punya
uang. Kata orang tua dari anak itu
kepadaku. Apabila Pa Simon membantu
membiayai anak saya sampai tamat SMP maka kami sekeluarga akan memberi seekor sapi.
Setelah saya hitung harga sapi diuangkan
ternyata cukup. Begitu anak ini tamat maka sapi yang dijanjikan itu
mereka beri dengan iklas. Seekor sapi ini saya bawa dari Oepoli Kabupaten Kupang menuju Kota Kefamenanu untuk
menebus kembali ijasah dan pakaian seragam pernah ditahan oleh majikan pertama.
Memang waktu saya pindah ke majikan ke
dua hanya bawa pakaian di badan. Waktu itu saya masih ingat baju yang saya pakai di badaku kaus golkar dan
celana melekat pada tubuhku adalah celana
seragam SMP. Aku pun memberi sapi ini dengan iklas maka ijasah SD,
SMP mereka majikan pertama ini beri
dengan senang hati.
Kapan
saya mulai diangkat menjadi PNS? Dan
menjadi sarjana ? Pada tahun 2000 saya
berhasil mengikuti Tes CPNS dan lulus menjadi PNS Guru Agama Katolik. Pada
tahun 2002 pindah tugas dari Oepoli ke Naibonat Kecamatan Kupang Timur
dengan maksud melanjutkan studi mengambil
program Sarjana dengan program ijin belajar. Berkat restu Tuhan pada
tahun 2004 diwisuda di Sekolah Tinggi Ilmu
Pastoral (STIPAS) Keuskupan Agung
Kupang. Pada tahun 2012 saya putuskan
mengambil program Pascasarjana prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial (PIPS).
Menggunakan program tugas belajar biaya sendiri persemester lima juta rupiah. Menyelesaikan
Program Pascasarjana S2 Undana Kupang pada tahun 2015.
Bagaimana
keadaan karierku sekarang ini? Semakin
langgeng aku melangkah maju. Kini aku diangkat menjadi Kepala SDN Naibonat berdasarkan
SK Bupati Kupang Nomor: 821.21/15/BKPP.KAB.KPG/2017. Pada tahun 2018 saya
lulus Tes Asesor PAUD DAN PNF Badan Akreditasi Nasional Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Hal ini menyebabkan aku keliling NTT untuk visitasi akreditasi PAUD dan PNF setiap tahun. Di samping itu aku dipercaya oleh Kepala Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur sebagai anggota tim Verifikator modul paket
A,B, dan C. Sampai sekarang menjadi Instruktur Kurikulum 2013 Pendidikan Agama Kabupaten Kupang. Tokoh Agama
Peduli HIV otlet kondom gratis.
Dengan
adanya pengalaman merintis sekolah maka pada tahun 2018 saya mendirikan SMP
Katolik Santu Donbosco di Naunu bersama Yayasan Bintang Timur . Tahun 2019 saya
merintis Taman Seminari Santu Simon Petrus di Naunu paroki Lili Camplong. Tahun
2019 ini saya merintis lagi Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) di Naunu bersama Romo Anselmus Leu
pastor Paroki Santa Helena Lili
Camplong.
Peran
saya dalam Gereja Katolik Stasi Santu Yohanes Maria Vianney Naibonat Paroki Santa Maria Fatima
Taklale sebagai wakil ketua stasi. Katekis umat Katolik bekerja sama dengan
Bupati Kupang dan DPRD Kabupaten Kupang
sejak tahun 2012 dan di
tahun 2019 ini Gereja Katolik mendapat
hibah tanah pemda untuk bangun Gereja
Katolik stasi dengan serifikat tanah hak
milik. Peletakan batu pertama
pembangunan gereja akan dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2019 oleh Uskup
Agung Kupang Mongsinyiur Petrus Turang.
Biodata penulis :
Nama: Simon Anunu, S.Ag., M.Pd
Tempat tanggal lahir : Tes, 10 Desember
1968
Alamat tempat tinggal: Naibonat Kabupaten
Kupang Provinsi NTT
Pendidkan sarjana: D2 Kateketik
IPI MALANG Tahun 2000
S1 STIPAS KEUSKUPAN AGUNG KUPANG tahun 2004
S2 PASCASARJANA UNDANA tahun 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar