Kamis, 26 Maret 2020


HIDUP ADALAH PERJUANGAN MEMBUTUHKAN  PENGORBANAN

Mengenal diri adalah awal refleksi  berintrospeksi. Pada suatu ketika saya bertanya dalam diri :”siapa dan bagaimana aku?”. Lalu saya berusaha menelusuri latar belakang diri. Aku pun menemukan beberapa jawaban. Saya ini anak petani miskin. Orang tua tak mampu menyekolahkanku. Aanak petani subsiten, bertani  dengan cara tradisional sesuai kebiasaan nenek moyang masih primitif ditamba lagi kepercayaan animisme dan dinamisme istilah setempat Uis pah  harus diberi sejajian bila tidak hasil  panen gagal atau tanaman diserang hama, itu tanda uis pah marah  dan memberi kutukan. Suka menyerah pada nasib memang sudah begini.Tanpa evaluasi diri  dan mecari solusi. Mestinya bertanya pada ahli pertanian  bersama pemerintah. Bukan bertanya pada rumput yang bergoyang. Miskin ilmu malu bertanya sesat  dalam hidup.  Mungkin ini  salah satu penyebab NTT miskin.

MENGAPA DAN BAGAIMANA ANAK PETANI MISKIN BISA MAGISTER PENDIDIKAN?

Pertanyaan ini biasa dan cara menjawanya Yang  biasa dibuat. Mengapa tidak ? karena saya sudah keluar dari lubang singa tantangan hidup seperti mau mati rasanya. Aku rasakan gesekan yang mendalam  sampai-samapai aku jalani dengan cara yang biasa dibuat orang. Dengan tulisan ini saya coba mereviw ko bisa jadi begini. Mari kita megikuti rintihan hatiku.  
 Untuk sekolah melanjutkan pendidikan setelah tamat sekolah dasar  dari SDN Sasi Kota Kefamenanu, saya menjual kayu api, menjadi koki rumah tangga alias pembantu rumah tangga. Selama setahun setelah tamat SD tahun 1983. Majikan saya seorang polisi  rupanya saya diuji tangguh menjadi pembantu rumah tangga. Modal dipercaya menjadi anak buah  rajin kerja keras timba air, masak, ambil kayu api,cuci pakaian di sungai jarak satu kilo meter dari rumah.
 Pada tahun 1984 saya didaftar melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kota Kefamenanu dikenal sebagai anak polisi di sekolah dan membiayai uang sekolah. Untuk belajar saya silih waktu kerja. Setelah semua kerja beres baru pegang buku kerja PR, baca kembali catatan. Metode belajar yang cocok saat itu adalah Learning by doing. Belajar sambil bekerja. Ada tiga cara belajar. Membaca kembali catatan, kerja Pekerjaan rumah (PR), dan menyiapkan pelajaran yang akan dibelajarkan besok. Saya mencatat pertanyaan dari bahan ajar yang tidak dipecahkan supaya bertanya pada guru saat pelajaran besok.
Waktu berjalan, hari berganti hari, minggu,bulan dan tahun berganti mengantar aku  pada tahun 1987 tamat SMP. Ada pertanyaan yang muncul  dalam diriku “kemana aku pergi melanjutkan pendidikan. Lalu aku ingat sebuah judul lagu rohani berbunyi: “ ooo... kemanakah arah perahu”. Siapa lagi yang bisa membantu aku membiayai pendidikan selanjutnya?. Pertanyaan  ini selalu mengganggu kerjaku sebagai pembantu rumah tangga (PRT), tidurku,dan sering aku menghayal. Sering aku ditegur oleh majikan  karena kelihatan sering menghayal.
Suatu saat menjelang awal tahun ajaran baru aku diam dan menemukan jawaban setelah saya membaca papan apresiasi majalah dinding SMP Negeri almamaterku. Ada tulisan menjadi guru agama katolik  setelah tamat sekolah pendidikan guru agama Katolik (SPGAK) warta Bakti Kefamenanu. Hatiku tersentak oleh panggilan menjadi Guru Agama Katolik.
Suatu saat di tengah hutan sambil pilih kayu kering  ada bisikan dalam hati : “pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Dan baptislah mereka dalam nama bapa dan putera dan Roh Kudus”. Kalimat ini saya ingat saat membaca Kitab Suci setiap malam selesai belajar.
Pernah sangat tertekan oleh situasi hidup susah. Saya biasa mengucapkan salam Maria di waktu doa Rosario sebagai kebiasaan  orang katolik. Menjadi doa kesayangan di situasi sulit. Aku menulis surat Kepada Bunda Maria di surga. Begini bunyi isi suratnya: “ Kepada Yang Tercinta Bunda Maria di Surga. Padanglah aku anakmu yang sengsara ini. Berikanlah aku petunjukmu. Bagaimana aku menemukan sekolah yang tepat  untuk mengantar aku keluar dari soal hidup ini. Biar engkau di surga doakanlah aku anakmu yang merana ini. Santa Maria  doakanlah aku, Amin”.
Hati tegar dan kuat aku melangkah dengan pasti. Aku mendaftar sebagai peserta didik baru di SPGAK Warta Bakti Kefamenanu pada tahun 1987. Pesereta didik baru yang mendaftar saat itu 360 orang. Peserta didik Baru yang lulus tes masuk hanya 150 orang termasuk Simon Anunu penulis naskah  ini  urutan ke 25. Hatiku gembira karena doa Bunda Maria mengabulkan doaku.
Siapa yang membiayai pendidikanku  selama di SPGAK? Uang sekolah saat itu 7.500 (tujuh ribu lima ratus rupiah). Saat itu gaji seorang polisi 150.000. Apakah saya terus sekolah? Hanya tiga bulan polisi itu janji bayar uang sekolah. Ternyata sudah tiga bulan bendahara sekolah  menagih uang sekolah. Majikan saya tidak mampu bayar. Majikan menganjurkan keluar dari sekolah tunggu tahun depan daftar ulang di SMA Negeri satu saat itu  uang sekolah hanya 500 (lima ratus rupiah). Antara Rp. 7.500 di SPGAK dengan  Rp. 500 di SMA Negeri  lebih baik pilih yang murah meriah karena keputusan penentu kebijakan tanpa mempertimbangkan keputusan aku yang menjadi korban.
Bagaimana tanggapanku atas anjuran majikan harus berhenti sekolah alias Droup Out. Saya menolak  dengan keras anjuran majikan Droup out (DO) keluar dari SPGAK. Saya memilih keluar dari majikan polisi ini. Saya berniat  mecari uang membiayai diri sendiri tetap sekolah di SPGAK. Apakah orang tua bisa membantu ? Tidak. Orang tua mencari makan saja tidak cukup.  Lebih sadis lagi pakaian seragam sekolah majikan polisi itu tahan tidak memberikan. Juga ijasah SD, SMP  mereka tahan sampai harus bawa tebusan berupa sapi, babi, atau setimpal.
Apakah tetap sekolah. Jawabannya saya sekolah terus. Untuk pakaian seragam SMA saya pinjam pakaian bekas milik teman sekampung yang sudah lulus SMA. Sepatu juga pinjam karena tidak ada uang untuk beli baru. O ya baju seragam saya pinjam pakai milik adik nona yang sudah tamat SD. Kini Jarak tepuh sekolah semakin jauh. Tadi  jarak ke sekolah  tiga kilo meter. Sekarang menjadi tujuh kilo meter karena kembali ke rumah orang tua.
Uang sekolah saya bayar sendiri dengan jasa jual air sepulang sekolah. Suatu ketika coba cari kerja sambil sekolah. Ada seorang jaksa yang membutuhkan jasa timba air. Saya menawarkan diri setiap minggu tiga kali saya mengisi bak air rumah  jaksa kala itu  belum ada air leding. Saya menjadi “leding hidup”. Mengambil air dari sumur berjarak 20 meter dari sumur ke rumah jaksa. Gaji jasa mengisi air di bak mandi dan bak WC, saya dibayar 12.000 (dua belas ribu rupiah) perbulan. Dengan gaji 12.000 menjadi modal bayar uang sekolah dan masih ada sisa untuk saya tabung.
Bagaimana menambah tambahan penghasilan uang?  Saya pernah membersihkan rumput di kebun milik kepala Kantor Agama Kabupaten  Timor Tengah Utara. Istilah setempat tofa kebun. Luas kebun itu empat (4) are. Setelah selesai bersihkan kebun itu saya diberi dua belas ribu rupiah. Setiap are dihargai dengan   tiga ribu  rupiah (3.000). Tekat saya kerja halal apa saja yang penting menghasilkan uang untuk menyelesaikan studi. Puji Tuhan  saya diberi kekuatan  untuk membiayai diri sendiri. Belajar mandiri sekolah mandiri dan biaya sendiri karena saya akui orang tua miskin.   
Bagaimana dapat makan? Saya dapat jagung, ubi kayu atau singkong dari orang tua. Mulai saat itu saya harus konsentrasi belajar maka saya memilih tinggal di asrama yang dekat sekolah. Uang asrama saya bayar dari sisa uang jasa timba air di jaksa itu.  Makanan  tiap hari jagung ketemak dicampur dengan  gaplek  dan sayur daun asam muda (istilah setempat KIU SO”O) yang mudah gratis dapat di hutan. Jagung ketemak itu keras membutuhkan waktu masak yang cukup lama. Sekali masak untuk tiga kali makan. Misalnya pulang sekolah masak jagung untuk makan malam, makan pagi ke sekolah dan makan siang. Kebiasaan ini berlangsung hanya satu tahun selama  SPGAK Warta Bakti Kefamenanu.
Suatu ketika  saya masih di bangku kelas tiga SPGAK. Ada seorang ibu Guru SMA Negeri satu kefamenanu mencari  seorang pembantu rumah tangga khusus timba air. Beliau  mencari saya di sekolah. Saat berpapasan menawarkan saya untuk tinggal bersama dalam keluarganya hanya untuk timba air. Apabila saya bersedia maka uang sekolah, biaya hidup, keluarga ini yang tanggung. Saya merasa luar biasa. Secepatnya saya ambil sikap beralih dari asrama  pindah tempat tinggal. Tanpa memberi tahu  orang tua  dan memamng orang tua pun tidak ambil tahu. Di rumah  ibu guru, Ibu Sry  ini bersama suaminya pa Jhon Lay seorang pegawai Negeri Sipil kantor perdagangan Kota Kefa. Saya merasa bahagia. Diperlakukan seperti anak yang layak dibantu.  Rupanya Tuhan mempergunakan keluarga ini untuk memperhatikan aku. Memang keluarga ini belum dikaruniai seorang anak.  Biasanya saya  hanya makan jagung ketemak. Di keluarga ini  hanya makan nasi. Saat – saat pertama perut saya harus membutuhkan penyesuaian. Rasanya mau makan jagung  terus tapi jagung  tidak tersedia.
Siapa saja yang membantu saya selama  melanjutkan pendidikan mulai dari SMP sampai  selesai tamat Sekolah Pendidikan Guru Agama Katolik  di Kefamenanu? Kesempatan ini saya akan menuturkan satu persatu melalui  tulisan ini. Pada tahun 1983 tamat Sekolah Dasar. Saya berjumpa dengan seorang Polisi bernama Rofinus Gole asal  Flores Lembata. Ia seorang anggota Polisi Resor (POLRES ) Kabupaten Timor Tengah Utara. Kini beralamat di samping Terminal Bus Kota Kefamenanu. Saat bertemu di depan rumahnya dia bersiap-siap ke piket malam. Ketika saya memberi salam selamat malam dia kaget. Lalu dia bertanya dari mana dan mau kemana. Dengan  nada tegas seorang polisi. Saat itu masih kanak-kanak sambil takut saya jawab pertanyaan polisi dengan tegas. Saya dari kampung Kuan Tes dan hendak ke Transmigrasi lokal di Sasi. Lalu dia melanjutkan pertanyaan  di manakah sekolahmu? Jawabku dengan tegas. Saya baru tamat dari SDN Sasi. Tapi karena orang tua miskin  tidak bisa melanjutkan pendidikan. Jadi setiap hari saya jual es lilin keliling kota Kefamenanu. Tersentak polisi  itu menarik napas panjang. Jadi engkau mau sekolah ?  jawabku dengan suara lantang penuh harapan. Kalau kau mau sekolah tinggal dengan  bersama kami sekeluarga di sini. Lalu kami membiayaimu sekolah. Tersentak saat itu seperti seubutir embun menyejukan hatiku. Lalu polisi ajak saya masuk kerumahnya. Begitu bertemu dengan istrinya bernama Lenny Mamo Gole. Bersama tiga putrinya yang masih kecil. Anak pertama bernama Hedy Gole baru kelas dua SD dan dua yang lain bekum sekolah. Ibu dan tiga anak ini menyambut saya dengan gembira. Rupanya mereka menanti seorang anak pembantu rumah tangga. Karena biasanya orang tua bepergian ketiga anaknya sendiri di rumah. Letak rumah ini cukup jauh dari rumah tetangga. Mulai saat itu saya tinggal dengan keluarga mereka sampai tahun depan baru sekolah. Rupanya mereka menguji ketabahan saya. 
Siapakah orang kedua yang menjadi  orang tua asuh bagiku?  Pasca putus hubungan kerja pembantu rumah tangga dan melanjutkan studi. Majikan bapak kandung saya yang memelihara sapi majikannya bernama Orias kaseh.  Bersedia menampung saya tinggal di rumahnya  sebagai pembantu rumah tangga. Bapak Orias Kaseh dan ibu Dora Lake bersedia menjahit pakaian seragam sekolah. Ada dua macam seragam sekolah putih abu-abu dan putih hijau. Harga setiap pasang dua belas ribu lima ratus rupiah. Uang ini dipotong dari uang jasa bapak saya  pelihara sapi majikannya ini. Saya tinggal bersama keluarga ini selama setahun.
Mengapa harus jahit pakaian seragam sekolah lagi? Karena semua pakaian seragam telah ditahan oleh majikan pertama karena itu milik mereka.Karena sudah keluar  dari rumah majikan itu maka pakaian dan ijasah SD dan SMP mereka tidak berikan.Dan setelah jadi guru di SMP San Daniel Oepoli sekaligus pendiri sekolah ini.Gaji honor Rp.15.000, selama  lima tahun saya beli seekor sapi sebagai tebusan. Saya bawa sapi itu antar ke majikan pertama baru memberikan ijasah SD dan SMP itu.
Siapakah kelurga berikut menjadi orang tua asuhku?  Dia adalah orang tua asuh ketiga. Bapak Gabriel Akoit. Keluarga ini hanya bersedia menampung saya untuk tinggal saja tanpa membiayai sekolah. Uang sekolah saya cari sendiri. Rumah Bapak Gabriel Akoit  berhadapan langsung dengan perumahan Jaksa kota Kefamenanu. Setiap hari saya pulang  sekolah berjumpa dengan seorang nona di sumur tua ini. Dia bercerita bahwa ada jaksa tetangga majikannya mencari orang untuk menimba air. Dalam hati saya bertanya bisakah aku dapat diterima di situ untuk menimba air. Pada suatu sore saya melihat jaksa itu duduk diserambi depan rumah dinas Kejaksaan. Saya berusaha mendekati,  coba menanyakan  kalau - kalau bisa diterima  menimba air.  Sebelum saya bertemu terlebih dahulu saya berdoa Salam Maria Doa Rosario. Dengan langkah berani aku  bertemu bapak Jaksa. Salam pertama saya sampaikan kepadanya Asalamualaikum..... dia menjawab saya  alaikum salam. Saya pun duduk bersama di serambi rumah itu. Langsung saja saya sampaikan maksud kedatanganku. Kata pertama,  bapak saya mau cari kerja. Dia langsung bertanya kepadaku. Apakah yang bisa engkau kerjakan? Saya menguraikan semua kemampuan yang saya miliki. Saya bisa timba air, bisa ambil kayu api, bisa tofa rumput,  cuci pakaian, dan strika pakaian. Jawab jaksa yang bernama pa Ismail. Kami ini seorang Jaksa setiap hari hanya memutuskan perkara. Kebun kami tidak punya. Tapi kalau adik simon mau boleh timba air  karena anak yang biasa timba air kasi keluarga kami sudah kembali ke kampung. Dengan lega saya bersyukur karena bisa dierima kerja timba air. Maka saya  mulai berbicara  tentang gaji dan kapan masuk kerja. Jawab Jaksa itu mulai besok  sore mulai timba dan pikul air menggunakan jerigen 20 liter sebanyak dua buah. Satu di depan dan satu di belakang. Gajinya  sebagai jasa pikul air itu saya tawarkan lima belas ribu rupiah (15.000) perbulan. Tapi jaksa Ismail melepaskan koran di tangannya dan mengangkat kepala bertanya kepadaku. Untuk apa uang itu? Saya menjawab  diperuntukan biaya sekolah. Lanjut bertanya pa Ismail dimana engkau sekolah. Saya menjawab sudah di kelas dua SPGAK Kefa. Wah luar biasa tapi kurangi sedikit  upahmu. Maka saya langsung berkata dua belas ribu perbulan. Pa Ismail langsung menyetujui. Lanjut pa Ismail dalam satu minggu cukup tiga kali timba air. Sehabis kerja boleh makan dalam. Artinya selesai bak mandi dan bak  WC diisi dengan air penuh langsung makan sebelum pulang. Kesan saya makan di rumah jaksa selalu enak dalam hati  saya kalau makan enak begini biar timba air tiap hari. Inilah orang tua asuh yang ketiga dan ke empat.
Siapakah orang tua asuh yang ke lima?  Pada suatu saat kami sementara kerja di sekolah lalu saya kedatangan seorang ibu Guru. Menurut saya ini tamu terhormat. Rupanya ibu ini sudah merekam jejak saya sebagai seorang penimba air. Ibu ini bernama ibu Sry rupanya dia ini orang jawa mengajar di SMA Negeri Kefamenanu. Dia mencari orang untuk membantu menimba air dari sumur yang dalamnya 35 meter. Tawaran yang diberikan kepada saya apabila saya bersedia maka biaya sekolah dan makan minum serta akomodasi tempat tinggal saya bersama  ibu Sry dan suaminya Pa Jhon Lay  menerima sebagai anak asuh. Saya menerima tawaran ini dengan iklas hati.


AWAL MERINTIS KARIERKU
Memang betul pendidikan  di SPGAK Warta Bakti  mengantar aku masuk dunia kerja dengan mulus. Ketika tamat sekolah dari lembaga pendidikan ini saya siap menjadi seorang Guru Agama Katolik, dalam Gereja Katolik biasa dikenal sebagai seorang Katekis.Kata katekis berasal dari kata Yunani Katechein yang berarti pewarta Sabda Pelayan umat katolik. Petugas pastoral.  Pada tahun 1990 saya mulai masuk Kabupaten Kupang. Pesis di wilayah Oepoli,  kini  Kecamatan Amfoang Timur. Bersama Seorang Pastor bernama Romo Daniel .J.Afoan Pr  sebagai seorang pastor paroki di paroki Santu Stefanus Naikliu Keuskupan Agung Kupang, di Keacamatan Amfoang Utara kala itu.
Pada tanggal 1  Juli 1990 merintis SMP Katolik San Daniel Oepoli.Di bawah payung hukum  Yayasan Daniel Broutieur. Berkolaborasi dengan pemerintah setempat. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan  Kabupaten Kupang mengeluarkan ijin operasional. Saya adalah salah satu guru dari delapan guru pemula. Gaji yang kami peroleh  selama 10 tahun 1990 sampai  dengan tahun 2000 adalah guru yayasan dengan besaran gaji empat puluh ribu rupiah. Kami guru enjoi dengan gaji yang ada.  Penulis sebagai Guru Agama Katolik  dan perintis lembaga pendidikan ini.  
Selama dua belas tahun saya habiskan waktu tinggal di Oepoli. Disamping sebagai guru juga bertugas sebagai  bapak pengasuh Asrama putra-putri. Sering saya mewakili  Yayasan mengikuti pertemuan di tingkat  Kabupaten dan tingkat Keuskupan majelis Pendidikan Katolik sampai tingkat nasional. Inilah yang membuat membentuk pribadi pengelola pendidikan Katolik. Begitu juga pengelaman  mengelola pendidikan formal dan non formal bekerja  sama dengan Pendidikan Luar  Sekolah (PLS).
Pengalaman adalah guru terbaik. Dengan pengalaman kerja dalam dunia pendidikan kini saya mengelola  Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Sejak tahun 1990 membantu siswa putus sekolah  dengan program paket A setara sekolah Dasar. Paket B Setara SMP dan paket C setara SMA. Banyak orang cukup dibantu dengan program ini. Apalagi dengan adanya Undang – undang Desa mengisyaratkan aparat Desa harus berijasah  SLTA atau sederajad seperti paket C. Bahkan  tamatan  PKBM  bekerja sebagai sekertaris desa yang berijasah paket C diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Bagaimana bisa mendapat kembali ijsah SD dan SMP yang pernah ditahan oleh majikan pertama? Perjalanan hidupku  berliku-liku pahit manis bercampur menjadi satu. Inilah jalan melalui penderitaan dalam bahasa latin Via Dolo Rosa. Setiap orang dianugerahi jalan hidup yang khas sesuai rencana Tuhan. Aku memahami dan menjalani saja.
Saat  aku menjadi guru di SMP Katolik San Daniel Oepoli. Saya pernah membantu seorang anak mau sekolah tetapi tidak punya uang. Kata orang tua dari anak itu  kepadaku. Apabila Pa Simon membantu  membiayai anak saya sampai tamat SMP maka  kami sekeluarga akan memberi seekor sapi. Setelah saya hitung harga sapi diuangkan  ternyata cukup. Begitu anak ini tamat maka sapi yang dijanjikan itu mereka beri dengan iklas. Seekor sapi ini saya bawa dari Oepoli  Kabupaten Kupang menuju Kota Kefamenanu untuk menebus kembali ijasah dan pakaian seragam pernah ditahan oleh majikan pertama. Memang  waktu saya pindah ke majikan ke dua hanya bawa pakaian di badan. Waktu itu saya masih ingat baju  yang saya pakai di badaku kaus golkar dan celana melekat pada tubuhku adalah celana  seragam SMP. Aku pun memberi sapi ini dengan iklas maka ijasah SD, SMP  mereka majikan pertama ini beri dengan senang hati.   
   Kapan saya mulai diangkat menjadi PNS?  Dan menjadi sarjana ?  Pada tahun 2000 saya berhasil mengikuti Tes CPNS dan lulus menjadi PNS Guru Agama Katolik. Pada tahun 2002  pindah tugas dari  Oepoli ke Naibonat Kecamatan Kupang Timur dengan maksud melanjutkan studi mengambil  program Sarjana dengan program ijin belajar. Berkat restu Tuhan pada tahun 2004 diwisuda di Sekolah Tinggi Ilmu  Pastoral  (STIPAS) Keuskupan Agung Kupang.  Pada tahun 2012 saya putuskan mengambil program Pascasarjana prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial (PIPS). Menggunakan program tugas belajar biaya sendiri persemester lima juta rupiah. Menyelesaikan Program Pascasarjana  S2  Undana Kupang pada tahun 2015.
Bagaimana keadaan karierku sekarang ini?  Semakin langgeng aku melangkah maju. Kini aku diangkat menjadi Kepala SDN Naibonat berdasarkan SK Bupati Kupang Nomor: 821.21/15/BKPP.KAB.KPG/2017.  Pada tahun 2018  saya  lulus  Tes  Asesor PAUD DAN PNF  Badan Akreditasi Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal ini menyebabkan aku keliling NTT untuk  visitasi akreditasi  PAUD dan PNF setiap tahun. Di samping itu  aku dipercaya oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur sebagai anggota tim Verifikator modul paket A,B, dan C. Sampai sekarang menjadi Instruktur Kurikulum 2013  Pendidikan Agama Kabupaten Kupang. Tokoh Agama Peduli HIV  otlet kondom gratis.
Dengan adanya pengalaman merintis sekolah maka pada tahun 2018 saya mendirikan SMP Katolik Santu Donbosco di Naunu bersama Yayasan Bintang Timur . Tahun 2019 saya merintis Taman Seminari Santu Simon Petrus di Naunu paroki Lili Camplong. Tahun 2019 ini saya merintis lagi Sekolah Menengah Agama Katolik  (SMAK) di Naunu bersama Romo Anselmus Leu pastor Paroki Santa Helena  Lili Camplong. 
Peran saya dalam Gereja Katolik Stasi Santu Yohanes Maria  Vianney Naibonat Paroki Santa Maria Fatima Taklale sebagai wakil ketua stasi. Katekis umat Katolik bekerja sama dengan Bupati Kupang dan DPRD Kabupaten Kupang  sejak tahun 2012  dan di tahun  2019 ini Gereja Katolik mendapat hibah tanah pemda  untuk bangun Gereja Katolik stasi dengan serifikat tanah  hak milik.  Peletakan batu pertama pembangunan gereja akan dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2019 oleh Uskup Agung Kupang Mongsinyiur Petrus Turang.  

             
 Biodata penulis :
    Nama: Simon Anunu, S.Ag., M.Pd
    Tempat tanggal lahir : Tes, 10 Desember 1968
    Alamat tempat tinggal: Naibonat   Kabupaten  Kupang  Provinsi NTT
    HP. 085237893978 Email; simonanunu68@gmail.com.face book  SIMON ANUNU.blog      simon Anunu
                 Pendidkan sarjana: D2 Kateketik  IPI MALANG  Tahun 2000
                 S1 STIPAS KEUSKUPAN AGUNG KUPANG tahun  2004
                 S2 PASCASARJANA UNDANA  tahun 2015
  
   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar